Saturday, February 26, 2011

Sandiwara Radio Yang Sekarang Tinggal Kenangan

Masa kecilku dulu terjadi pada tahun 80-an, dimana hiburan kita yang paling populer adalah bermain "junjangan" atau permainan tradisional turun temurun yang berisi nyanyian kemudian tindakan seperti berlari, bersembunyi dan lainnya. Pada saat itu jam-jam "prime time" untuk sebuah tayangan televisi pada saat ini adalah jam "prime time" untuk kami juga bermain berbagai macam mainan.


Sebenarnya pada saat itu untuk yang sudah berusia remaja di era 80 an sudah memiliki beberapa option hiburan yang biasa mereka ikuti, selain daripada tontonan gratisan dilapangan (layar tancap), atau akrobat berbayar murahan yang kadang bertandang ke kampung kami setahun sekali, atau mendengarkan sandiwara radio selain dari nonton acara "Album Minggu Kita" dan "Aneka Ria Safari" di stasiun televisi pertama dan milik pemerintah indonesia TVRI yang saat itu tiada tandingannya, mau pahit mau manis yaa.. telan aja, dari pada stress.

Saur Sepuh
Yang paling saya ingat adalah kala itu betapa boomingnya sandiwara radio, pada saat itu umur aku sekitar 5 tahunan, untuk menyebut tokoh dalam serial itu pun lidahku belum sanggup sefaseh sekarang. Dimulai dengan cerita kerajaan Madangkara "Saur Sepuh", yahh.. sandiwara radio ini pada masa kecil saya selalu jadi bahan rumpian dibawah pohon jambu sambil mencari kutu oleh para ibu-ibu, atau pas ada tukang sayur datang sambil membolak-balik kangkung mereka para ibu dan tante kami masih sempet membincangkan "Brahma Kumbara" dan "Mantili". Maklum saja pada masa itu belum ada infotaiment seperti sekarang, siaran berita di televisi satu-satunya di Indonesia saat itu adalah program acara yang membosankan bagi orang kampung seperti kami, bagaimana tidak, semua yang di beritakan mengenai peresmian ini, peresmian itu, kunjungan ini, kunjungan itu. Tidak seperti sekarang acara berita adalah yang selalu ditunggu oleh semua lapisan, karena benar-benar menceritakan yang terjadi di sekitar mereka.

Eh... kok jauh banget ya ngelanturnya..., kita lagi ngomongin saur sepuh tadi yaa. Masih ingat apabila mama saya menyalakan radio pada saat itu yang sedang menayangkan program sandiwara terpopuler Saur Sepuh, beberapa remaja tetangga yang tidak memiliki pesawat radio pada nemplok di deket jendela atau pintu kaya keong racun heeeee....., coba kalau diulang lagi dengan persis deh sandiwara itu, masih ada gak yaaaaa yang mau nemplok di tembok, xi... xi... Yang saya tau saat itu hanya stasiun radio swasta lokal yang menayangkan sandiwara itu, dan RRI tetepppppp saja dengan warta berita yang dimulai dengan iringan musik "rayuan pulau kelapa" yang sampai sekarang masih merinding kalau dengar karena terasa jadoeeeeeelllll banget.

Seiring berjalannya waktu, maka pada tahun 1987, serial sandiwara yang terkenal dan fenomenal itu diangkat ke layar lebar, haaaaaa... masa itu kita nonton di "Sena Theater" atau adik nya lagi "Pusaka Theater" yang sekarang berubah jadi gudang beras.. Wkkkkkk kkkk. Berbondong-bondong warga dari yang tidak pernah nonton bioskop pun ikut ngantri tiket demi mem-visualkan tokoh idola mereka saat itu, "aduhhhh.... kaya apa sih Brama Kumbara, dan seperti apa yaaaa... Mantili pas duel sama Lasmini... ? Heeeuuuuh.... awas kakanng ....... chiaaaaat hop hiatttt..., eh... biasa keterusan deh, terlalu terobsesi saat itu (Hiiiiii malu).

Jangan salah juga lho... bukan cuma film atau sinetron aja yang punya soundtrack, nah satu-satunya sandiwara radio yang juga sukses ber lagu tema ya Saur Sepuh ini, ingat gak suara Elly Ermawati si Mantili itu yang mendesah serak-serak gimanaaaa gitu melantunkan "Indah Cinta Pertama" bersama seorang laki-laki aduh aku lupa lagi namanya. Ya lagu ini juga sukses terjual kaset nya, dan berhasil nongol di acara Aneka Ria Safari, Kamera Ria dan Album Minggu kala itu, tapi dia tidak sempat nongkrong di Inbox, Dasyat apa lagi Dering... hik.. hik... keburu tua sih. Akan tetapi sampai detik ini saya masih simpan lho lagunya, malah sekarang aku masukan ke Hape heeee... bukan kaset lagi tapi MP3 formatnya.

Tidak terlalu lama menunggu untuk sekuel-sekuel berikutnya pada Saur Sepuh, beberapa waktu kemudian dibuatlah, Pesanggrahan Keramat, Kembang Gunung Lawu, Titisan Darah Biru dan sekuel terakhirnya yaitu Saur Sepuh V, Istana Atap Langit. Nah menurut saya nih.. yang mengikuti film itu dari awal, maka tersimpulkan episode Saur Sepuh yang terbontot lah yang paling keren, yaaaa... lihat cara mereka fighting sudah mirip film Wong Fei Hung kan..? yupe benar karena Edy S. Jhonatan selaku fighting director sudah sangat berpengalaman dalam bidangnya, gambar yang ditayangkan juga lebih dramatis, walau banyak adegan malam hari, musik pengiringnya keren habis chyiiiiinn, tapi saya agak bingung kok mereka pakai kostum Bali? kan pada cerita awal madangkara itu di jawa barat booo, pasundan, kok jadi pakai baju bali gitu dengan bunga kamboja di kuping dan titik 3 buah dekat pelipis mata. Terus juga Lasmini yang saat itu menikah dengan seorang laki-laki kerajaan malaka malah istananya bergaya Dayak Iban heeee. Ah gak tau tuh yang ngurusin art directornya siapa. Tapi yang penting keren.....
(Ini dia nihh poster layar lebar Saur Sepuh I)

(Dan ini cover kaset album soundtrack nya hiiii...iiii)

Nah seru kan Saur Sepuh pamornya kala itu, aku yakin tidak akan terlupakan sepanjang masa sampai kiamat melanda alam semesta heeee lebayyyyy. Oh iya, setelah berhenti tanpa kabar di sekuel yang kelima itu, serial sandiwara radio ini juga ikut unjuk gigi lho pada era awal kejayaan sinetron indonesia, yah pada tahun 1989 silam kan tumbuh pelopor televisi swasta nasional yang memberi nafas baru buat kita (karena tiap hari nonton TVRI muluuuuuu yang ribut ngiklanin iuran televisi, yang hitam putih Rp. 3500 per bulan, yang berwarna Rp.5000 perbulan, aduhhhhhh gimana gak sesak nafas ..muntah kaleng gua jadinya..) dialah RCTI yang tidak lama kemudian di ikuti oleh SCTV dan TPI serta seterusnya. Nah.. dulu tahun 1994 pernah ditayangkan juga nih Saur Sepuh versi serial TV pertamanya di TPI (hari itu masih Televisi Pendidikan Indonesia hiiiiii...), yang tayang setiap rabu jam 9:30 pagi, Brama Kumbara diperankan oleh George Rudi, Mantili pertama diperankan oleh cewek yang belum punya nama kala itu namun setelah beberapa episode Elly Ermawati kembali dipajang memerankannya, kemudian Lasmini diperankan oleh cewek hasil casting di Yogyakarta bernama Inung Risma Dara, yupe secara ini shooting di Jogja bu, kalau gak salah itu Graj. Koesmurtiah juga main jadi Ibunya Brama. kemudian setelah tayang di TPI pada tahun 1995 atau 1996 PT. Genta Buana Pitaloka membuatnya lagi dengan gaya lebih fresh.. diberi judul baru "Singgasana Brama Kumbara", sinetron kolosal ini diperankan oleh artis yang naik daun kala itu seperti Anto Wijaya, Shahnaz Haque, Viona Rosalina, Raslina Rashidin dan masih banyak lagi, musik digarap oleh Hari Sabar hooooo, set di buat di cibubur dengan megah, dan sinetron ini tayang di AN teve yang kala itu masih berslogan "wooooowww kereeeeen".

Tutur Tinular
Berikutnya setelah saur sepuh sukses di telinga masyarakat Indonesia, sandiwara radio yang berlatar belakang legenda indonesia banyak bermunculan, salah satunya yaitu Tutur Tinular. Sandiwara radio ini kisahnya dilatar belakangi oleh kerajaan Majapahit pada masa Kertanegara. Tokoh utama dalam serial sandiwara radio ini yaitu Arya Kamandanu yang masa itu juga diperankan oleh Ferry Fadli, kemudian ada pendekar wanita dari negeri China yang bernama Mei Shin diperankan oleh Elly Ermawati yang kemudian menjadi istri Arya Kamandanu walau sebentar dan selain itu ada pendekar lengan seribu Sakawuni yang di sulih suarakan oleh Ivone Rose. Eh... kalau melihat trio tokoh utama ini kok lagi-lagi diperankan oleh trio pengisi suara di Saur Sepuh heeee, biar sama ngetopnya kali.

Sama seperti pendahulunya yaitu saur sepuh, Tutur Tinular ini juga di serial radionya berhasil membuat para warga rela meninggalkan warung, menunda tanam padi, lupa kalau lagi masak dan juga menempelkan anak-anak di dekat jendela kaya cicak demi untuk mengikuti kisah silat dan percintaan dari Arya Kamandanu, Mei Shin dan Sakawuni dalam Tutur Tinular ini.... huuuuufft capeee dehhh. Karya dari S. Tijab ini menceritakan tentang seorang pendekar yang bernama Arya Kamandanu yang jadi murid dari Mpu. Ranubaya. Suatu saat Ranubaya diculik oleh tentara mongol dan di bawa ke negeri itu demi untuk membuat sebilah pedang. Di bawah kekuasaan Kubilai Khan Mpu. Ranubaya berhasil menciptakan mahakarya sebuah pedang yang sakti diberinama Pedang Naga Puspa, karena kehebatan pedang itu Khubilai Khan ingin memilikinya, karena Ranubaya tahu kaisar itu jahat, maka pedang itu di serahkan ke sepasang suami istri pendekar yaitu Lao Shi Shan dan Mei Shin. Dengan memiliki pedang itu sepasang suami istri ini pun menjadi buronan kerajaan mongol hingga mereka meninggalkan negeri itu setelah Ranubaya wafat di perjalanan. Mereka menuju ke Jawa Dwipa. Setelah sampai dan terdampar di perairan madura Lao Shi Shan dan Mei Shin pun kembali menjadi buronan para pendekar jawa karena (terpesonaaaaa ealaaaaahh jaran..) oleh pedang naga puspa itu.

Dalam sebuah pertempuran akhirnya Lao Shi Shan tewas, dan Arya Kamandanu yang menolong Mei Shin kala itu pun jatuh hati dan mereka menikah walau akhirnya Mei Shin diperkosa dan melahirkan anak blesteran bernama Ayu Wandira dari Arya Dwipangga abang kandung Kamandanu.

Mei Shin menjadi seorang tabib yang jago kung fu setelah diselamatkan oleh Bapak Wong (Eh.. jangan-jangan Wong Chi Ying ya papahnya Wong Fei Hong... hii... hii kan jago obat juga dia bo..), dan mengganti namanya menjadi Nyai Paricara untuk kemudian berhasil mengobati Raja Majapahit.

Setelah Tutur Tinular habis di radio masih ada sekuelnya yaitu Mahkota Mayangkara, ini mengisahkan Majapahit dibawah kuasa Jaya Negara dan sedikit menyentuh kisah Gajah Mada. Anyway.... sandiwara radio ini juga diangkat ke layar lebar oleh rumah produksi yang sama dan partner yang sama juga yaitu Kanta Indah Film dan Kalbe Farma. Episode pertama yaitu Pedang Naga Puspa yang diperankan oleh Benny Raharjo sebagai Arya Kamandanu, Elly Ermawati sebagai Mei Shin (Teteeeep... maksa sih, kan gak oriental) dan Diah Permata Sari sebagai Sakawuni. Cukup sukses di bioskop theater waktu itu, masih ingat deh aku kala itu kelas 3 SD nonton naik sepeda ke bioskop, pulangnya bokap ngamuk heeeeeee..... kecil-kecil main di bioskop.. katanya, ya maklum ini gara-gara era film panas ala inneke koesherawati dan laila anggraini kala itu tuh.....

Tutur Tinular dalam format layar lebar ini berhasil bertahan hingga sekuel ke empatnya, dalam setiap sekuel tokoh utama Arya Kamandanu selalu digantikan oleh aktor lain dari Benny G Raharjo, Sandy Nayoan dan Joseph Hungan. Sementara Mei Shin bertahan oleh Linda Yanoman yang ahli Kung fu beneran dari sekuel ke dua hingga ke empat, sakawuni juga oleh Muri Saridewi.

Setelah sukses di layar lebear di era sinetron kembali Genta Buana Pitaloka membuat serialnya, kali ini Tutur Tinular dan Mahkota Mayangkara di satukan menjadi Tutur Tinular 1 dan Tutur Tinular 2 yang ditayangkan oleh stasiun televisi yang berbeda yaitu Anteve dan Indosiar. Genta Buana Pitaloka sangat serius dalam menggarap sinetron kolosal ini, tidak tanggung-tanggung mereka menggandeng CCTV china untuk bekerja sama dan menggaet artis asal China yaitu Lie Yun Juan sebagai Mei Shin hingga akhir episode. Fighting direktor selain oleh Eddy S. Jhonatan juga digandengkan dengan fighting director asal negeri tirai bambu tersebut, dan hasilnya adalah sebuah sinetron silat kolosal yang sangat indah dipandang mata (Aduhh.. lebay lagi dech....).
(Poster Tutur Tinular Pedang Naga Puspa)

Oh ya dulu jaman aku SD juga kira-kira tahun 1993, Mahkota Mayangkara pernah diangkat ke sinetron layar kaca oleh Genta Buana Pitaloka, dengan tokoh utama Ayu Wandira putri Mei Shin yang diperankan oleh Ayuni Sukarman dengan sangat pas, sementara Mei Shin yang hanya muncul beberapa episode di perankan oleh Yurike Prastica. Sinetron ini tayang di TPI hari sabtu jam 11:00 siang dengan 30 menit durasi dan di seponsori oleh Rinso yang iklannya 15 menit, jadi total seminggu kita nonton 15 menit doang..... ampuni aku kakang...

Babad Tanah Leluhur
Ada lagi lhooo... jangan beranjak dulu... selain dua sandiwara radio di atas, ada lagi yang mengekor sukses dia adalah Babad Tanah Leluhur. Berkisah mengenai sebuah kerajaan pasundan yaitu Karang Sedana. Dengan tokoh utama murid perguruan Ning Sewu yaitu Saka Palwaguna, Anting Wulan, Seta Keling dan
Dampu Awu. Sandiwara ini juga cukup suskses lho seperti Saur Sepuh dan Tutur Tinular. Berhasil di jinjing ke layar lebar oleh Kanta Indah Film dan PT Dankos Laboratories Indonesia menjadi 2 sekuel saja. Episode perdana berjudul Rahasia Bukit Tengkorak dan sekuelnya adalah Banyu Chakra Buana. Diperankan oleh Lam Ting dan Firia Anwar.
(Babad Tanah Leluhur layar lebar)

Misteri Gunung Merapi
Sandiwara radio ini sesungguhnya adalah legenda horor dari padang sumatra barat, entah kenapa sebabnya saat tayang dan sukses di sinetron hingga sampai Misteri Gunung Merapi 6 kok ceritanya dipindah jadi kerajaan mataram islam yaaaa, boyong ke jawa.... heeeeeeee, padahal kalau kita pikir sebutan "Mak.." itu kan hanya untuk bangsa melayu dan kerabatnya termasuk suku padang. Kalau di jawa seharusnya jadi Nini Lampir bukan Mak Lampir. Heeee heeee ya wanita bermuka hijau yang sangat populer ini apa lagi anak-anak kalau nonton sinetronya nenek ini gak keluar anak-anak pada keki dengan polosnya... Mamah.... mak lampir kemana......... cerita ini sangat sukses di radio, di layar lebar digarap dengan serius dengan seting sumatra barat yang kental, dan di ankat ke sinetron juga serus lhoooooo, sampai sekuel ke 6 booooooo mengalahkan tersanjung hingga penonton semua muntah kaleeeengggg.....
(Misteri Gunung Merapi Layar Leber)

Legenda Lain Yang Hilang Ditelan Zaman
Nah itulah kira-kira gambaran betapa kaya nya negeri kita tercinta ini dengan cerita legenda, yang sepatutunya menjadi bahan cerita untuk anak dan cucu kita hingga akhir nanti. Selain cerita yang saya tulis diatas masih banyak lagi lhooo yang belum disebutkan, antara nya yaitu kisah Ramayana dan Mahabaratha, walaupun Genta Buana Pitaloka telah merangkumnya dengan bagus lewat serial Karmapala dulu. Cerita atau dongeng masa kanak-kanak seperti timun mas, barung klinthing, atau tentang legenda danau dan gunung di negeri ini teramat banyak untuk di ulas.

Namun semua itu sepertinya tidak akan pernah atau malah tidak akan mungkin seperti cerita Bai Shi Zhuan (Pai Shu Chen) dari negeri china yang sampai seluruh dunia tahu. Atau cerita Krisna si anak kecil sakti berkulit biru dari India, atau malah cerita Herkules, dan lainya yang sampai sekarang semua orang di antero dunia ini tahu. Ini adalah tugas berat bagi kita semua untuk melestarikan kisah dan legenda indonesia.


Para sineas muda indonesia yang terhormat, kenapa harus malu-malu kutu untuk menggarap cerita legenda indonesia, liat aja kalau di dunia produksi sinetron, ditanya mau bikin apa? jawabnya " kolosal ", whats...... kolosal, artis pun seolah enggan dan memasang tarif tinggi untuk mengenakan pakaian tradisional dengan alasan ribet. Para rumah produksi berdalih malas membuat sinetron legenda dengan dalih, biaya besar, ribet pesan kostum, art set, dan ini dan itu. Sehingga mereka membuat tayangan legenda di tv dengan asal-asalan, mana ada cerita timun mas kok setingnya jaman sekarang. Mereka semua beralasan ingin mem-pop kan cerita itu, dengan inti sama namun seting berbeda, namun apa terpikirkan oleh mereka bahwa ini akan menutupi essensial sesungguhnya, karena ini tidak mempamerkan mewahnya pakaian adat tradisi kita, dandanan rambut orang tempo dahulu, mewahnya kerajaan dan lain sebagainya.

Memang sih targetnya anak-anak tapi di situlah letaknya, anak jaman sekarang darimana lagi harus mempelajari budaya indonesia sesungguhnya kalu begini caranya. Yang di dapat malah mereka juga malas nonton, ya,,,,,.... dong.... secara masih banyak cerita dari luar dengan kemasan yang keren, animasi bagus dan lain sebagainya. Lihat saja Little Krishna, itu kalau dipikir kan cerita pewayangan, kalau suku jawa mungkin biasa dengar dari kakek kita yaaaa, membosankan gak..., atau lihat wayang langsung .. bosan gak..., ? jawabnya .."ya.. iya lah.... secara ribet and rumit gitu..". tapi dengan kemasan animasi yang bagus dan halus Little Krishna gimana....? bahkan orang dewasa pun suka melihatnya.

Yah.. mau gak mau banyak jempol untuk Genta Buana Pitaloka yang telah mengangkat cerita legenda hingga jadi top rating di TV, itu adalah kerja bagus. walau sekarang kalian itu entah keracunan apa sejak ganti nama jadi "Paramitha" kok produknya asal-asalan. Ayo bangkit... lestarikan budaya nusantara.. dengan kemajuan yang ada demi lestarinya untuk anak cucu kita.

Sumber : http://kemnalegendaindonesia.blogspot.com
Ditulis Oleh : Dede Loo

2 comments:

tory_s said...

jadi terkenang jaman dulu2 ... Jaman masih angon kebo.

perindu surga said...

Q blm thn 93 usia q msh 6 thn tak rewangi ke tetangga krna btre radio d sembunyikan kake. Tk rewangi jalan10kg untk liat tv krna wkt it rumah q gk ad parabola

Post a Comment